Bring Back My Mano to Me
http://twicsy.com/i/89jE8c |
"Having a pet is one of the greatest joys in life, and knowing how to care your pet is a must"
Hari itu aku merasakan kepedihan yang teramat sangat. Hal ini bukanlah dikarenakan patah hati ataupun frustasi, akan tetapi hewan peliharaanku Mano mati. Bayangkan, ketika kamu mulai menyayangi hewan peliharaan kamu lalu kemudian kamu tak bisa melihatnya lagi. Perih, bukan?
Suatu hari, Risma, salah satu mahasiswi yang menyewa kamar kos di rumahku membawa seekor anak kucing yang malang. Risma membersihkan dan memberi makan kucing tersebut dengan penuh cinta kasih. Jujur, aku salut terhadap Risma. Awalnya, aku sedikit merasa jijik. Bukan apa-apa, tapi aku memang bukan pecinta hewan meskipun bapakku memiliki beberapa anjing peliharaan dan ibuku memiliki kucing. Aku hanya memperhatikan Risma tanpa bermaksud untuk bertanya.
"Aku pulang..." ucap adikku Maria. "Ops, itu anggota baru ya Ris? So cute!" tambah Maria lagi.
"Ya, Mar. Lucu ya!" kata Risma.
"Apanya yang lucu? Kucing kurus kok dibilang lucu." batinku.
Hari berganti, minggupun berlalu, aku hanya memperhatikan keasyikan Risma dan Maria dalam merawat kucing tersebut. Sedikitpun tak terlintas dibenakku untuk melebur dengan kesibukan baru mereka. Suatu hari, Risma pulang kampung dan Maria magang di salah satu Klinik Bersalin, merekapun meninggalkan pesan kepadaku untuk merawat Mano.
"Cut, jangan lupa ngasih makan Mano ya!" kata Maria, adikku.
"Ya, Cut." tambah Risma.
"No!" elakku. "It's none of my business!" tambahku lagi.
Entah mengapa mereka tiba-tiba sekompak itu. Tentunya akupun mengelak dari tugas yang menyulitkan itu. Aku tak mau merepotkan diri untuk mengurus Mano.
"Kenapa nggak minta tolong ke yang lain? Kayak Winda, Dian atau Icha. Kalian kan tau kalau aku nggak suka kucing." jelasku. Aku menyebut nama-nama penyewa lain.
"Ya udah, titip pesan deh!" kata mereka kompak.
"Alright." ucapku.
Seperginya mereka, akupun tak kunjung jua melihat penyewa kos lain. Aku tak tahu kalau merekapun pulang kampung. Akhirnya, dengan berat hati aku merawat dan menjaga Mano meskipun awalnya aku tak menikmati sedikitpun. Aku rasa itulah awal ketertarikanku kepada Mano. Betul kata pepatah: "Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta."
Sekembalinya mereka, akupun memutuskan untuk bergabung dalam merawat Mano si Kucing Malang. Manopun tumbuh menjadi kucing gendut nan lucu. Warna bulunyapun putih bersih. Cantik sekali.
Kembali ke cerita dimana Mano mati:
"Manoooooooooooooooo.....................................!!!!!!!!" aku masih menangis sambil memeluk Mano. Tanpa pikir panjang akupun menelepon Maria dan Risma guna memberitahukan kabar duka ini.
"Maria, aku cuma mau ngasih tau kalo Mano sudah tiada." isakku. Saat itu Maria masih praktek di salah satu klinik Bidan yang lokasinya sangat jauh dari rumah. Maria adalah mahasiswi kebidanan.
"Risma, udah tau?" tanya Maria tak kalah terisak.
"Belom." jawabku.
"Ya udah, biar aku yang ngasih tau." jawab Maria pilu.
Hari itu, hanya aku dan adik bungsuku Fredi di rumah. Aku tak menyadari kalau Fredi sudah lama memperhatikanku. Diapun tertawa.
"Aneh, kucing mati aja nangisnya segitu banget." ujar Fredi.
"Shut up!" ucapku. "Kamu nggak tau sih rasanya kehilangan." tambahku tersedu.
"Lebay deh." ucap Fredi sambil tertawa.
"Up to you. Sekarang yang terpenting kamu tolongin aku buat gali kuburan Mano." kataku terisak.
Siang yang terik, akhirnya Manopun dikubur di halaman depan rumahku. Itulah awal aku menyukai hewan dan itulah awal kehilangan hewan tersebut. "I love you Mano." batinku lirih